watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

Cerita sexs
aku dan adik laki lakiku

Namaku Ratih, umurku 21 tahun. Aku tinggal di
sebuah kawasan perumahan di Yogyakarta.
Aku sekarang sedang kuliah di sebuah
universitas negeri terkenal. Asalku sendiri
sebenarnya dari Surabaya. Orang tuaku cukup
kaya sehingga semua kebutuhanku terpenuhi di
sini. Adikku juga di sekolahkan di sini, di sebuah
SMU Negeri terkenal di Yogyakarta. Jadi kami
berdua mengontrak sebuah rumah, tidak terlalu
besar tetapi cukup lengkap. Ada TV, mesin cuci,
kulkas, motor untuk masing-masing, komputer
dan sambungan internet, dan fasilitas lain yang
cukup membuat hidupku tidak kekurangan
suatu apapun. Adikku bernama Dody, kelas dua
SMU. Anaknya besar, cenderung bongsor tapi
nggak gemuk. Tingginya sekarang saja sudah
hampir 175 cm. Tubuhnya tegap dan atletis.
Sedang aku sendiri sekitar 165-167 cm, wajahku
termasuk cantik (buktinya banyak sekali yang
mengejar-ngejar aku), tubuhku agak kurus
sedikit, tapi payudaraku tumbuh sempurna.
Sebenarnya aku hanya punya satu adik laki-laki
dan satu kakak perempuan. Jadi kami
sekeluarga ada 3 orang. Dody adalah anak
pamanku yang meninggal sekeluarga dalam
kecelakaan tragis, kecuali Dody ini yang saat itu
masih berumur kurang dari dua bulan. Papa
mengambilnya dan memeliharanya sejak kecil.
Hanya aku dan kakakku yang tahu kalau dia ini
sebenarnya adik angkat. Bahkan Dody sendiri
sampai sekarang belum tahu bahwa dia ini
adalah anak angkat. Keharuan kami sekeluarga
atas nasibnya membuat nyaris tak pernah ada
diskusi tentang masalah itu dan
menganggapnya sebagai si bungsu.
Dody adalah saudara yang paling akrab
denganku. Kadang-kadang kami bercandanya
kelewatan, kalau dulu mama sering marah,
karena dia sering mengunci pintu kamar mandi
kalau aku sedang mandi, atau kami berduel
seperti layaknya dua orang anak laki-laki.
Berguling-guling di karpet sampai papa
membentak keras karena acara nonton bolanya
terganggu, dan kami digiring untuk tidur
segera. Kamarku satu kamar dengannya, ketika
itu Dody masih kecil. Ketika aku ke Yogyakarta
untuk kuliah, Dody masih kelas tiga SMP. Ketika
itu aku masih kost, dan mengontrak rumah,
setahun kemudian Dody dikirim ke sini untuk
sekolah SMA di sini. Karena dia pandai dan
punya NEM tinggi, dia diterima di sebuah
sekolah Negeri ternama di Yogyakarta. Papa
menghadiahkan sebuah motor kepadanya.
Seiring dengan masa sekolahku di sini, aku kena
juga yang namanya panah asmara. Yang
kuincar adalah seorang cowok kakak
angkatanku. Namanya panggilannya Pin-pin,
agak lucu kedengarannya, tapi orangnya benar-
benar sempurna. Tinggi (mungkin lebih tinggi
dari Dody), badannya bagus banget, pintar
sepertinya, dan dari cerita-cerita yang pernah
kudengar, dia bukanlah seorang mata
keranjang.
Singkat kata, aku berpacaran dengannya. Tapi
seperti yang digariskan papa, aku tidak boleh
begini tidak boleh begitu. Semuanya aku turuti.
Untungnya Pin-pin ternyata memang benar-
benar cowok yang sempurna, dia hanya berani
mencium, meskipun di bibir, tapi tak pernah
terus gerilya. Sampai setahun, aku dan Pin-pin
terus langgeng saja, dan selama itu tidak ada
yang berubah di dalam pengetahuan tentang
seks-ku. Artinya aku betul-betul seorang cewek
lugu dan polos. Nasihat papa ternyata baru aku
tahu dikemudian hari, ternyata tidak mempan
ke Dody. Bayangkan saja, dikemudian hari ada
peristiwa yang membuatku memandang lain
padanya. Pacarnya banyak sekali, dan ganti-
ganti pula. Sering dia mencuri-curi waktu
mengajak pacar-pacarnya ke rumah saat aku
sedang kuliah. Padahal dia baru kelas 2 SMA.
Kejadiannya begini. Sore itu sekitar pukul 14.00
aku berangkat ke kampus untuk mengikuti
tutorial, kali ini aku tidak memakai motorku
sendiri tapi dijemput oleh Pin-pin, pakai Honda
Tiger-nya. Dody baru bangun tidur, dan seperti
biasa aku cium pipinya terus acak-acak
rambutnya dan pamit.
"Berangkat dulu ya!"
"Hmm", wajahnya yang kusut baru bangun,
menggeletak lemas di atas meja makan,
matanya menatap layar TV, menetap Sarah
sedang siaran.
"Mbak, bawa oleh-oleh ya!"
"Ya nanti tak bawain kucing! Ha.. ha.. ha",
sambil berlari aku keluar rumah.
"Makan tuh kucing.."
Pin-pin sudah siap dengan motornya dan
segera kami berangkat. Berhubung jarak antara
rumah dan sekolah cukup jauh, maka aku
berangkat setengah jam sebelum jam tutorial
dimulai. Saat mau masuk ke halaman kampus,
baru ingat aku lupa tidak membawa diktat
temanku. Padahal besok mau dipakai ujian.
Tanya sana-sini, kebetulan tutorialnya diundur
satu jam lagi, padahal pula Pin-pin harus segera
pulang. Akhirnya aku minta dianterin sampai
rumah saja terus nanti ke sininya berangkat
sendiri.
Sampai depan rumah, pintu tertutup, garasi
pun demikian. Aku berusaha membukanya
tetapi dikunci. Akhirnya aku buka pintu depan
dengan kunciku sendiri. Aku bertanya-tanya
apakah Dody keluar kok rumah dikunci begini.
Aku segera masuk ke kamar. Aku heran kok
pintu kamarku terbuka sedikit. Tanpa berpikir
apa-apa aku segera membukanya dan
mengambil buku dilaci meja. Ketika aku
bergerak tanganku menyentuh monitor
komputerku. Lagi-lagi aku heran, kok panas.
Tapi sekali lagi karena buru-buru aku
memasukkan diktat itu ke dalam tas dan ketika
berbalik aku tertegun menyaksikan
pemandangan di depanku.
Dody, bercelana pendek tanpa baju berjongkok
di bawah cantolan jaketku, sementara di
sebelahnya berjongkok meringkuk pula seorang
cewek, yang sepertinya masih SMU atau malah
SMP. Bahunya terbuka, dadanya ditutupinya
dengan kaos biru milik di Dody, pahanya
terbuka, dan karena posisi jongkoknya, aku
melihat segaris lipatan selangkangannya yang
masih belum ditumbuhi bulu terlihat berkilat
basah membeliak terkena himpitan pahanya.
Terlihat jelas, bahwa tanpa kaos biru itu dia
telanjang bulat. Dody sendiri meskipun pakai
celana pendek, tak sanggup menutupi tonjolan
yang tampak mengeras di balik celana
pendeknya itu, di ujungnya tampak noktah
bening di kain celananya.
Keduanya berwajah panik karena tidak
menyangka aku datang secepat itu. Aku terdiam
beberapa saat seakan tak percaya adik
kesayanganku bisa berlaku seperti itu. Aku saat
itu pun tak tahu harus bagaimana bertindak,
keduanya benar-benar seperti tikus di pojok
ruangan dikepung oleh kucing. Aku melihat lagi
ranjangku, baru sadar ada yang tidak beres.
Biasanya aku selalu meninggalkan ranjang
dalam keadaan rapi, tapi kali ini di
permukaannya tampak kusut-kusut yang
tampak sedikit lembab. Kali ini aku benar-benar
marah.
"Kalian ngapain di kamarku?" aku berkata nyaris
membentak.
Sepertinya kalimatku ini untuk Dody. Dody
berdiri, dan menunduk. Sekilas aku melirik
selangkangannya. Sepertinya dia masih belum
reda, terlihat dari bentuk permukaan celananya
yang tampak mencuat oleh sesuatu dari dalam.
Sementara pacarnya seperti mau menangis, dia
menangkupkan kedua tangannya ke wajahnya
dan menempelkan lututnya.
"Belum.. ngapa-ngapain kok!"
Aku memegang telinganya dan menarik keluar
keduanya dari dalam kamarku.
"Kamu bisa pulang sendiri tho, Dik!" aku berkata
setengah membentak pada teman ceweknya
itu. Dia sesenggukan berdiri dan setengah
berlari masuk ke kamar Dody seperti sudah
biasa saja dan sebentar kemudian keluar
dengan memakai pakaian sekolah. Benar dia
masih SMP, Dody akan bergerak menolong tapi
melihat pandanganku dia berhenti dan
menunduk. Ceweknya itu (di kemudian hari aku
ketahui namanya adalah Chintya, murid sebuah
SMP swasta), keluar dari pintu depan dan berlari
di jalan depan rumah.
"Duduk!"
"Sudah berapa kali kamu melakukan itu?"
"Kamu udah begituan beneran?" dan
berondongan pertanyaan lain yang seperti
senapan mesin tak sanggup membuatnya
menjawab. Dody, masih bertelanjang dada,
duduk di depanku, menunduk dan beberapa
saat kemudian tangisnya meledak. Saat itu aku
tiba-tiba jatuh kasihan padanya. Meskipun
bongsor, kalau pas begini ya keluar bungsu-
nya.
Tiba-tiba yang teringat olehku, paman, tante,
sepupu-sepupuku yang telah tiada. Ini cukup
membuatku bangkit dari dudukku dan duduk di
sebelah kirinya dan memeluknya erat. Semakin
dipeluk, semakin keras tangisnya, aku
mengelus-elus rambut dan bahunya. Dody
sendiri memelukku sambil terasa di dadaku
sesenggukannya tepat di tengah-tengah di
antara payudaraku. Kaki kanannya terangkat
diletakkan di atas pahaku, sehingga aku bisa
merasakan batang kemaluannya. Agak lama dia
sesenggukan itu, aku sesekali memberikan apa
yang papa berikan padaku, dan yang tak
kurasakan bahwa batangannya itu mengeras
tepat segaris dengan pahaku. Dia masih berada
di antara kedua payudaraku.
Lama baru aku sadari, apa yang terjadi. Anak
ini, sama kakaknya sendiri berani begitu. Aku
mendorongnya perlahan, supaya dia tidak
tersinggung. Dan segera masuk kamar. Aku
tidak berani ke atas ranjang, jangan-jangan di
atasnya sudah ada noda-noda itu. Dan hanya
duduk di atas kursi di depan komputer dan
menyalakannya. Ketika sudah menyala, ketika
sudah keluar windowsnya. Eh, tiba-tiba ada
tampilan Mpeg, aku curiga dan sedikit iseng
menggerakkan mouse-ku untuk mengklik tanda
play.
Gambar pertama yang tampil sangat
membuatku syok. Terlihat seorang bule sedang
memegang batang kemaluannya. Dari
ujungnya itu keluar sesuatu seperti cairan
berwarna putih, jatuh ke lidah seorang cewek di
depannya yang sedang menjulur-julurkan
lidahnya. Dalam pikiranku pertama, bahwa itu
adalah air pipis, dan seketika aku mual dan
berlari masuk kamar mandi dan muntah.
Selesai membersihkan diri aku kembali masuk
kamar dan baru ingat aku belum mematikan
komputer dan program itu, kali ini adegannya
seorang pria bule sedang memasuk-masukkan
batang kemaluannya ke liang kemaluan seorang
cewek. Batang kemaluannya besar sekali.
Ceweknya kelihatan kesakitan dalam
pandanganku. Aku segera mematikan
komputer dan menekan tombol eject CD ROM
serta mengambil isinya keluar.
"Dody, ini VCD-mu!" aku melemparkan VCD itu
sehingga jatuh di lantai.
Dody masih sesenggukan di sofa ruang tengah.
Jadilah sore hari itu aku tidak masuk tutorial, dan
mencuci spreiku yang lembab dan basah itu.
Peristiwa pertama itu sebulan dua bulan
pertama memang masih membekas dengan
kuat di ingatanku. Aku jadi jarang bermanja-
manja sama adikku ini. Biasanya sambil nonton
TV aku biasa tidur-tiduran di atas pahanya atau
kalau dia nontonnya sambil tiduran tengkurap di
karpet, aku menungganginya dan berpura-pura
sedang naik perahu di atas punggungnya. Atau
kadang-kadang dia dengan lembut tertidur di
pangkuanku. Dody pun, jadi canggung mau
berkata-kata kepadaku, biasanya kalau ada apa-
apa selalu saja diceritakannya kepadaku.
Seiring dengan berlalunya waktu, aku mulai
menganggap bahwa Dody sudah berubah dan
aku mulai kembali seperti semula bersikap
kepadanya. Demikian pula dia. Entah karena
apa, aku mulai memasuki ruangan yang
dinamakan seks itu. Ketika dicium Pin-pin kalau
dulu biasa-biasa aja, sekarang mulai terasa
perasaan lain seperti ingin dipeluk erat setiap kali
dicium di bibir. Atau setiap kali membonceng
naik motor, kalau dulu aku menempelkan
dadaku ke punggungnya dengan cuek tanpa
rasa apapun, sekarang sentuhan lembut saja
dari jaketnya terasa ada rasa enak yang aneh.
Apalagi ketika mandi, kalau dulu membersihkan
dan menyabun area selangkanganku terasa
biasa saja seperti halnya menyabun siku atau
telapak tangan, sekarang sentuhan-sentuhan itu
menimbulkan rasa lain bagiku.
Sebenarnya secara fisik dan seksual baru aku
sadari adikku ini memang seksi. Kami mulai
biasa berbincang-bincang terus terang seperti
dulu lagi. Suatu ketika aku memergokinya
sedang onani tapi dia tidak tahu kalau aku tahu.
Dia melakukannya di kamar mandi belakang
yang sebenarnya bukan kamar mandi tapi
tempat cuci. Saat itu minggu pagi, aku jogging
bersama teman-teman, saat balik suasana
rumah kosong lagi. Bayangkanku Dody masih
tidur, aku terus ke belakang untuk menjemur
sepatu, saat lewat dekat tempat cuci aku melihat
kepala Dody, wajahnya tampak serius sekali,
sesekali menengadah.
Perlahan-lahan aku mendekatinya dan
melihatnya dari balik rooster beton. Ketika
tampak seluruh badannya, aku kembali
tertegun, tapi kali ini bukan dengan amarah,
tetapi dengan rasa ingin tahu yang semakin
tinggi. Dari balik lubang roster beton aku melihat
adegan yang tak terlupakan seumur hidupku,
dan begitu terekam secara kuat dalam ingatanku
sampai sekarang. Dody dalam posisi berdiri,
pantatnya bersandar sebagian ke pinggiran bibir
sumur.
Dia memakai kaos oblong dalam warna putih,
bagian bawahnya terlipat ke atas sebagian
sehingga menampakkan perutnya. Yang
mencekamku tapi justru membuatku terpaku
adalah pemandangan di bawahnya. Celana
pendeknya merosot sampai dekat lutut,
sebagian celana dalamnya masih menutupi
pantatnya, tapi bagian depannya tertarik ke
bawah sehingga menekan sebagian buah
zakarnya ke atas. Tangan kirinya memegangi
botol lotion (kalau nggak salah Sari Ayu, dan itu
milikku!) dan menempel di paha kirinya.
Sedangkan sebagai fokus adalah tangan
kanannya membentuk genggaman seperti
sedang memegang raket dan bergerak-gerak
teratur mengurut-urut batang kemaluannya
yang tampak berkilat. Tubuhnya sedikit
membungkuk ke depan dan tampak dari tangan
dan sebagian anggota tubuhnya yang lain yang
tidak tertutupi oleh pakaian, seperti mengeras
dan mengejang. Aku belum pernah
membayangkan ada peristiwa seperti itu.
Sebenarnya dari membaca aku sudah memiliki
pengetahuan tentang seks umumnya dan
organ-organ vital laki-laki khususnya. Tetapi
menyaksikan sendiri semuanya memberi
perasaan yang sulit terungkapkan.
Aku terdiam di balik roster itu dan menyaksikan
adikku sendiri sedang melakukan itu. Lagi pula
tak pernah terbayangkan kemaluannya itu yang
dulu waktu masih kecil begitu lucu sekarang
bisa sebesar itu. Pokoknya perasaanku saat itu
betul-betul campur aduk tak karuan. Kali ini tiba-
tiba aku melihatnya sebagai laki-laki dewasa
yang tampak sedang terengah-engah. Gerakan
mengurutnya tampak semakin cepat, kulit
penisnya yang tampak coklat tua bersemu
merah ikut tertarik-tarik seiring gerakan
mengurutnya. Kepala penisnya yang tampak
seperti jamur merang tampak mengkilat lucu.
Sesekali dia menambahkan lotion-ku ke tangan
kanannya dan meratakannya di tangan dan
terus bergerak mengurut (di kemudian hari
baru aku ketahui kalau gerakan itu diistilahkan
mengocok, padahal kan sebenarnya itu gerakan
mengurut).
Wajah Dody tampak tidak seperti Dody yang
kukenal, yang masih tampak imut-imut
meskipun secara fisik dia bener-benar sudah
dewasa. Tubuhnya berkeringat sebagian terlihat
di leher, dahi dan tangannya. Sesekali dia
menengadahkan kepalanya. Nafasnya tertahan-
tahan terdengar sampai di tempatku berdiri.
Semakin cepat dan semakin cepat.
Tak berapa lama kemudian gerakannya
melambat beberapa saat dibarengi oleh
suaranya yang terdengar seperti mengerang
atau mendesah. Tubuhnya menekuk ke depan
sehingga nyaris mendekatkan pusarnya ke
ujung penisnya. Gerakan tangan kanannya
kemudian tiba-tiba bergerak dengan cepat sekali
dan sekian detik kemudian aku menyaksikan
dari ujung penisnya keluar cairan berwarna
putih atau sedikit kekuningan yang
menyemprot-nyemprot seperti orang meludah
tapi banyak sekali dan berjatuhan kelantai cuci.
Otot di tangannya tampak mengeras, begitu
juga pantat di balik celana dalamnya tampak
mengejang sehingga terlihat dari samping
seperti memanpat ke dalam. Aku sendiri tiba-
tiba merasakan getaran-getaran aneh di
tengkuk, perut maupun area selangkanganku
setelah menyaksikan adikku sedang meregang
di sana. Itu cukup membuatku terdiam dan
baru tersadar ketika Dody bergerak dan
sepertinya akan masuk rumah. Aku tiba-tiba
panik dan tiba-tiba saja bergerak ke dalam
rumah dan masuk kamar, menutup pintu
perlahan terus rebahan di ranjang, tengkurap.

Beberapa saat masih terngiang tentang kejadian
tadi. Adikku yang tersayang telah aku saksikan
dalam kondisi paling privat. Tiba-tiba secara fisik
aku merasa Dody seperti bukan adik kecilku
yang dulu selalu bergulat berguling-guling di
lantai denganku yang sampai kemarin masih
suka bermanja-manja di pangkuanku. Masih
terngiang bentuk batang kemaluannya yang
menurutku besar. Dalam hal ini aku betul-betul
buta tentang ukuran-ukuran itu, bayanganku
dulu batang kemaluan paling besar dan panjang
adalah sebesar kemasan Redoxon saja. Tetapi di
kemudian hari kuketahui bahwa memang ada
batang kemaluan yang segitu bahkan lebih kecil,
tetapi ada juga yang sebesar botol Aqua ukuran
sedang itu.
Aku membandingkannya dengan bentuk
kemaluanku sendiri yang kecil, jika ada benda
yang jauh lebih besar dari lingkarannya
bagaimana bisa masuk, tapi kemudian terpikir
olehku jika bayi saja bisa keluar mengapa benda
yang lebih kecil darinya tidak bisa masuk. Aku
tidak bisa membayangkan kalau dulu aku sering
melihat Dody telanjang dan burungnya itu
paling-paling cuma sebesar jempol tanganku,
tapi sekarang sungguh berbeda, melihatnya
batang kemaluan Dody yang sebesar dan
sepanjang itu benar-benar membuat shok.
Apalagi dalam keadaan sedang berfungsi seperti
itu.
Tiba-tiba aku dikagetkan oleh pintu kamarku
yang terbuka dan melihat Dody sedang
memegang botol Sari Ayu-ku dan terpaku di
pintu.
"Eh.. Mbak.. udah pulang ya?" tangannya
berusaha menutupi botol lotion itu tapi tak
berhasil.
"Itu Sari Ayu-ku khan? Buat apa hayo?" Didikan
papaku tiba-tiba saja keluar, tegas dan tanpa
basa-basi. Dody berdiri di pintu dan
memandangku. Aku masih duduk di tepi
ranjang, aku melihatnya berkeringat deras
sekali.
"Ke sini!" aku sedikit menguatkan suaraku, dan
dia bergerak mendekatiku terus duduk di
sampingku. Aku memeluknya dan terdiam
beberapa saat. Aku tidak sanggup memilih kata-
kata, aku menyadari apa yang dilakukannya
barusan jauh lebih baik daripada dia
melakukannya benaran untuk melampiaskan
nafsunya.
"Sudah sana mandi dulu, Mbak udah tahu
semua!" dia pun bangkit dan bergerak keluar
kamarku. Sempat-sempat aku melirik pantatnya
yang bagus bulat dan tampak kokoh, tercetak di
balik celana pendeknya.
Kejadian ketiga inilah inti dari keseluruhan
ceritaku. Saat itu Dody sudah naik kelas tiga dan
aku sendiri sudah berani raba-rabaan sama Pin-
pin. Meski jarang yang sampai telanjang bulat,
kadang-kadang apa yang dilakukan Pin-pin bisa
membuatku melayang, aku tidak tahu apakah
itu yang disebut orgasme atau tidak. Cuma
setelahnya memang membuatku sayang
banget sama Pin-pin. Kadang-kadang aku
melakukan masturbasi juga. Sebaliknya Dody
dalam pengamatanku sekarang jadi anak yang
serius dan cenderung jadi pendiam.
Sesekali Pin-pin mengajakku nonton film blue,
kadang-kadang di rumahnya yang besar
kadang-kadang juga di kamarku, untuk
menambah pengetahuan alasannya. Meskipun
tidak sering, sesekali setelah nonton film itu,
kami bercumbu. Pertama sih cuma cium-
ciuman saja, lama kelamaan aku jadi semakin
berani dilucuti. Kalau dulu diraba saja sudah
gemetaran, sekarang kalau cuma dicium
rasanya seperti ada yang kurang. Kadang-
kadang rabaannya membuatku melayang dan
membuatkan membiarkannya melepaskan
pakaianku. Sering cumbuannya begitu
merangsangku sehingga kadang ketika tersadar
Pin-pin sudah berada di antara pahaku yang
terbentang dan aku merasakan batang
kemaluannya sudah menempel di pintu lubang
kemaluanku dan kurasakan seperti sedang
menekan-nekan masuk. Kadang kepalanya
sudah hampir masuk semua. Sampai tahap itu
biasanya aku tersadar, bangkit dan
mendorongnya perlahan-lahan, memeluknya
sambil berbisik.
"Kamu kan janji, nggak sampai begini khan?"
Biasanya Pin-pin tersadar dan tidak marah.
Kadang sebagai tanda terima kasihku, aku
membaringkannya dan sambil duduk di atas
lututnya bertelanjang bulat, aku menyelesaikan
nafsunya itu. Aku urut batang kemaluannya
perlahan-lahan, dan mengadopsi dari ilmunya si
Dody, aku mengoleskan Sari Ayu untuk bahan
pelicin. Ejakulasinya kadang-kadang kuat sekali
menerpa dada dan perutku. Begitu kuat sampai
lututnya kurasakan gemetar dan kejang
kurasakan di selangkanganku yang
mendudukinya. Secara umum aku masih
perawan sampai saat ini (jika ukurannya sudah
penetrasi atau belum).
Kejadiannya dengan Dody terjadi di suatu sore
hari. Hari itu hari libur dan di kampus ada acara
hiking pada hari sebelumnya dan baru selesai
pada sekitar jam 3 sore. Pokoknya super lelah
deh. Saat itu hujan deras sekali, dan sekalian
berbasah-basah aku boncengan sama Pin-pin
pulang. Pin-pin hanya mengantarku sampai
depan rumah dan langsung pulang. Aku sambil
berbasah-basah, aku membuka kunci pintu
rumah, langsung ke kamar mandi belakang
untuk melepas bajuku yang basah kuyup. Aku
lihat Dody sedang tertidur nyenyak di atas
karpet di ruang tengah. Sementara itu hujan di
luar tampak semakin deras saja.
Aku segera melepas kaosku yang basah kuyup,
bra, celana jeans dan celana dalamku. Aku
merasakan kulit pinggulku seperti berkerut-kerut
kedinginan terkena air hujan, terutama di bagian
karet celana dalamku yang membentuk tekstur
akibat tergencet dua hari berturut-turut. Perutku
rasanya dingin sekali, payudaraku mengeras
dan terutama putingnya yang tegak
mengacung akibat kedingingan. Aku memakai
piyama warna pink muda yang tadi aku sambar
dari jemuran dan tanpa mengenakan apa-apa di
baliknya aku mengenakannya setelah membilas
diri di shower. Guyuran airnya rasanya hangat
dibandingkan terpaan air hujan tadi.
Aku keluar dari kamar mandi berpiyama dan
memasukkan pakaian kotor tadi di tempat
cucian dan bergegas masuk rumah. Dody
masih tertidur dengan nyenyak di karpet, TV
masih menyala, sementara itu hujan terdengar
semakin keras saja disertai angin dan petir.
Perutku tiba-tiba terasa begitu lapar, sementara
itu badanku rasanya pegal-pegal. Aku ambil roti
di atas meja dan memakannya dengan rakus
sambil rebahan di sofa. Dody bercelana pendek
dan berkaos oblong sedang tertidur nyenyak
terdengar dari suara dengkurannya perlahan-
lahan. Di celana pendeknya terlihat bongkahan
besar buah zakarnya dan samar-samar tercetak
sebentuk batang seukuran lem UHU stick
ukuran kecil tampak mengarah ke atas agak
miring ke kiri. Kaosnya agak terangkat sedikit ke
atas sehingga perutnya terlihat samar-samar
ditumbuhi bulu-bulu halus.
Aku habiskan setangkup sandwich dan mulai
memakan setangkup berikutnya sambil rebahan
di sofa panjang di ujung karpet di mana Dody
sedang tertidur. TV sedang menayangkan MTV
most wanted, VJ-nya Sarah, kemudian ada lagu
dari Westlife. Boleh juga boys-band sekarang,
mereka keren-keren. Karena lelahnya, aku
rebahan di sofa sambil merasakan secara
perlahan-lahan tubuhku mulai menghangat
meskipun hanya diselimuti piyama tipis itu
tanpa apa-apa di baliknya. Aku ambil bantal kecil
dan menyelipkannya di antara pahaku dan
merasakan hangatnya meresap ke dalam
tubuku bagian bawah. Dody membalikkan
badannya dan tengkurap dan terus tidur
nyenyak.
Maksudku saat itu rebahan sebentar kemudian
aku masuk kamar ganti baju dan terus tidur di
kamar, eh nggak tahunya tanpa terasa aku
benar-benar tertidur di sofa saat itu. Biasa saja
sebenarnya aku tertidur di sofa dan bukan kali
itu saja. Tapi kali itu karena lelahnya aku tidak
sempat berganti piyama, atau setidaknya
memakai sesuatu di baliknya. Sehingga aku
tidak menyadari saat aku tertidur, sesosok mata
sedang menyaksikanku dari jarak yang begitu
dekat. Begitu lelahnya aku sehingga tanpa
kusadari kain piyamaku tersingkap dan ketika
kaki kananku terangkat dan menyandar di
sandaran sofa, selangkanganku yang penuh
rambut betul-betul terbuka lebar hanya sekian
meter saja dari seorang anak muda yang
sedang dalam puncak-puncaknya mencari
pengetahuan tentang seks.
Sementara aku sendiri sedang bermimpi. Dalam
mimpiku aku merasa sedang dituntun Pin-pin
sedang menuruni bukit. Tapi saat itu aku
merasakan hanya kami berdua saja dan
merasakan tiba di suatu padang yang luas dan
penuh dengan rumput-rumput yang tinggi dan
hijau muda, dengan bunga-bunganya yang
indah. Pin-pin mengajakku beristirahat dan kami
rebahan sambil memandangi dataran di bawah
yang tampak kotak-kotak seperti puzzle. Pin-pin
memelukku dan aku merasakan dadanya yang
luas dan kuat sedang merengkuhku dengan
hangat mengalahkan dinginnya hembusan
angin gunung itu.
Kemudian aku merasakan nikmatnya ketika
jemari-jemarinya mulai meremas-remas
payudaraku, putingku dijepitnya dengan jari
tengah dan telunjuk. Aku mulai merengkuh
pinggulnya dan menggerakkan tanganku ke
selangkangannya dan menemukan bahwa
batang kemaluannya itu telah terbuka sehingga
aku bisa merasakan tekstur kulit yang seperti
berulir oleh urat-urat yang menonjol.
Sementara itu aku merasakan tangannya
bergerak menyusup di antara pahaku dan tiba-
tiba aku merasakan telah telanjang bulat.
Jemarinya membelai-belai selangkanganku dan
mengucek klitorisku dengan cepat. Aku
merasakan gairah yang semakin naik, dan tiba-
tiba aku merasakan ada anak-anak kecil berlarian
di antara kami. Aku melihat senyuman Pin-pin
dan ketika aku meraih wajahnya aku merasakan
sesuatu yang hangat mulai masuk perlahan-
lahan ke dalam tubuhku melalui
selangkanganku.
Gairahku semakin naik seiring dengan
masuknya batang kemaluannya itu. Dody
meletakkan kedua sikunya di antara dadaku
sehingga dadanya menghimpit payudaraku dan
tiba-tiba kurasakan sesuatu yang keras
menghentak masuk luabang kemaluanku dan
aku merasakan sedikit rasa perih tepat ketika
sesuatu menggelitik klitorisku. Tampaknya
seluruh batangnya telah masuk. Dia
mengangkat pahaku dan membukanya lebar-
lebar sebelum dia menarik pinggulnya sehingga
batangnya tertarik keluar perlahan-lahan.
Rasanya mulai terasa nikmat. Aku
merangkulkan tanganku ke lehernya dan tiba-
tiba dia menghentakkan pinggulnya dengan
kuat.
Ketika aku membuka mata aku akan menjerit
tapi segera tertutupi sepasang bibir hangat.
Tubuhku tergeletak sebagian di sofa, posisiku
sedikit miring sehingga pinggulku berada di
pinggiran sofa. Piyamaku terbuka lebar
sehingga perut dan dadaku terbuka. Sepasang
tangan merangkul punggungku dengan kuat di
antara piyamaku yang terbuka. Paha kananku
terbentang ke sandaran sofa, tertindih pinggul
dan perutnya sementara paha kiriku berjuntai ke
lantai tertahan sebentuk paha kokoh. Tapi bukan
itu yang membuatku menjerit. Sesuatu yang
keras dan hangat terasa mengganjal di dalam
kemaluanku yang terasa seperti tertusuk-tusuk
jarum tapi ada sedikit rasa enak ketika ditarik
dan ditusukkan lagi perlahan-lahan.
Kesadaranku masih sedikit melayang antara
mimpi dan kenyataan dan ketika mulai sadar
penuh aku meronta. Dody menindihku dan
sedang bergerak-gerak perlahan menusuk-
nusukkan batang kemaluannya ke dalam liang
kenikmatanku. Kedua tangannya merengkuh
punggungku di antara piyamaku yang terbuka
sehingga membuat kedua tanganku berada di
antara lehernya. Dadaku terhimpit kuat di
bawah dadanya yang telanjang. Pinggulnya
terus bergerak-gerak dengan kuat. Aku
meronta-ronta sambil menjerit tapi kembali
bibirnya menutupi bibirku sehingga jeritanku
seperti tertelan suara hujan yang masih saja
deras.
Aku menjambak rambutnya dan meronta-
rontakan kedua pahaku tapi himpitannya benar-
benar kuat. Kedua tangannya mengelus-elus
punggungku. Tapi tampaknya tenagaku tak
cukup kuat melawan kehendaknya, apalagi
kondisiku saat itu begitu lelahnya. Sehingga
akhirnya yang terjadi aku menyerah, dan
merasakan tubuhnya memompaku dengan
cepat dan kuat. Gesekan-gesekan batang
kemaluannya betul-betul mengkanvaskanku.
Antara rasa nikmat yang kadang-kadang
sempat muncul dan rasa perih yang juga
bersamaan terasa, membuatku benar-benar di
bawah kungkungan nafsunya.
Rasanya lama sekali dia melakukan itu, cukup
lama untuk merubah rasa perih yang ada
menjadi rasa nikmat yang aneh. Sampai suatu
saat Dody melepaskan rangkulannya dan mulai
bergerak cepat sekali menggesek-gesekkan
batang kemaluannya. Meskipun tubuhku lepas
dari kungkungan itu, tapi tubuhku sudah tidak
sanggup lagi bereaksi terhadap perbuatannya
dan membiarkannya menyelesaikannya.
Beberapa saat kemudian Dody seperti
mengejang dan tiba-tiba aku merasakan
sesuatu yang hangat di dalam liang
kenikmatanku, sesuatu yang tiba-tiba
mengalirkan rasa nyaman yang teramat sangat
di tubuhku sebelum aku sadar apa yang terjadi
dan bangkit sambil berteriak dan mendorong
tubuhnya sehingga menekuk batang
kemaluannya yang sedang menusuk-nusuk
sangat cepat ke dalam tubuhku.
"Dod.. jangan di dalam..!" Tapi aku terlambat,
Dody telah menyuntikkan sejumlah besar
sperma ke dalam lubang kemaluanku. Dody
berkeringat deras dan masih bergerak-gerak
cepat ketika aku meronta dan menyebabkan
batang kemaluannya terlepas dari dalam lubang
kemaluanku. Aku melihatnya tampak berkilat,
kokoh dan mendongak ke atas, kepala pelernya
tampak penuh dan berkilat merah tua, ujung
masih sempat menyemprotkan cairan
spermanya dan jatuh bergerai-gerai di atas
rambut kemaluanku, tampak setitik cairan
putihnya menetes jatuh ke karpet.
Dengan lemah aku bangkit dan menamparnya
keras sekali, dan dengan sisa-sisa tenaga aku
berlari masuk ke kamar dan membanting
pintunya dengan kuat. Aku menangis sejadi-
jadinya di atas ranjang. Kejadian di sore hari itu
membuatku tak bisa berpikir sampai berhari-
hari. Bayangkan adikku sendiri memperkosaku
justru di saat aku mulai menganggapnya
berubah. Meskipun aku sendiri tidak
menganggapnya sepenuhnya salah. Aku
merasa salah juga saat itu mengapa
memberikannya peluang, di saat aku betul-betul
lengah. Setidaknya aku berpikir masih untung
dia bukanlah adik kandungku sendiri. Aku
bahkan tidak bisa bercerita kepada siapa pun.
Tidak kepada Papa dan Mama, apalagi kepada
Pin-pin. Salah satu pikiran terberatku,
bagaimana kalau aku hamil mengingat begitu
banyak spermanya yang masuk ke dalam liang
kenikmatanku. Justru bukan di
persenggamaannya aku terbebani, malahan
kadang-kadang aku masih sering memimpikan
apa yang dilakukannya padaku itu. Juga aku
bertanya-tanya kenapa tidak ada darah yang
keluar, bukankah aku sendiri merasa belum
pernah melakukan itu.
Kelegaan aku alami ketika sampai sekian bulan
aku tidak pernah telat mendapatkan haid. Tapi
sampai berbulan-bulan kemudian aku jarang
bertegur sapa dengan Dody, kami seperti dua
orang di dua dunia yang berbeda. Dody sibuk
dengan urusannya sendiri begitu juga aku. Juga
hubunganku dengan Pin-pin jadi agak
canggung, kami jadi jarang bercumbu. Aku
takut ketahuan Pin-pin bahwa seseorang telah
merasakanku sebelumnya. Sekarang Dody telah
kuliah di Bandung dan kami jarang-jarang sekali
ketemu. Setiap ketemu selalu ada rasa tertentu
yang muncul setiap kali dia memandangku.
Papa dan Mama selalu bangga pada kami
berdua.
TAMAT


Adult | GO HOME | Exit
1/16508
U-ON

inc Powered by Xtgem.com